GANDARI

Cerpen ini dimuat tabloid Cempaka, edisi No.16/13 sd. 20 Juli 2013

            Ibu mana tak sedih menyaksikan anak-anak yang dikasihinya satu persatu tewas. Sungguh, tak tergambarkan betapa hancurnya hati Gandari saat datang prajurit utusan menyampaikan kabar tentang kematian anak-anaknya di medan laga Kurusetra. Mula-mula kabar kematian Dursasana di tangan Arjuna, kemudian menyusul Wikarna, Citraksa, dan lainnya.

            Pada hari ke delapanbelas tinggal Duryudana, anak tertua dan satu-satunya yang masih bertahan. Dalam dada Gandari ada gemuruh luar biasa menyerupai magma gunung Jamurdipa. Rasa marah, kecewa, dan dendam bergantian memenuhi hatinya, membuat dadanya menjadi sesak. Semua perasaan itu ditujukan kepada siapa lagi kalau bukan pada anak-anak Kunti, yakni Pandawa!

            Mereka telah menghancurkan anak keturunannya, mereka juga telah menghancurkan kejayaan Kurawa. Mereka telah memupus semua harapan indah dan manis yang pernah diangankannya. Terbayang dalam benak Gandari sebentar lagi akan tamat riwayat Kurawa jika sampai Duryudana menyusul adik-adiknya. Oh, tidak! Aku tidak akan membiarkan anak kesayanganku itu mati!

            Duh Gusti, kenapa harus ada kejadian memilukan seperti ini. Kenapa semua anak-anakku harus mati? jerit Gandari dalam hati mengadu kepada Sang Pencipta. Gandari tak pernah membayangkan bahwa semuanya akan berakhir tragis seperti ini. Dia tak pernah memikirkan akibat dari ambisi dan nafsu keserakahan yang akhirnya menenggelamkan hidup keluarganya.

            Tiba-tiba ingatannya diseret pada kenangan masa silam. Dulu, dirinya hanyalah putri lugu yang tak mengenal arti politik dan kekuasaan. Dia hanya menurut saja ketika ayahnya, Prabu Suwala, menjadikannya sebagai sayembara. Dan ketika Pandu yang memenangkan sayembara itu, hati Gandari senang bukan main. Karena Pandu seorang raja tampan dan tersohor.

            Namun betapa kecewa hati Gandari ketika oleh Pandu dirinya diserahkan kepada Dretarastra, adiknya yang buta. Gandari sebenarnya menolak, tapi kesepakatan yang telah dibuat antara Pandu dan ayahnya tak bisa dicabut lagi. Dengan perasaan hancur Gandari akhirnya mau menerima Dretarastra. Sebagai wujud protes atas kejadianini dia lalu menutup kedua matanya dengan kain, dia tidak ingin lagi melihat keindahan dunia.

            Hari-hari Gandari di istana banyak dihabiskan dengan melamun dan merenungi nasibnya yang malang. Untunglah ada Sengkuni, adiknya, yang senantiasa menghibur dan membangkitkan semangatnya. Sengkuni pula yang membuka matanya agar melihat dunia lebih luas lagi.

            “Aku tahu, kakanda Gandari tak bisa mendapatkan cinta dari Pandu. Kakak sangat kecewa dan terluka hatinya. Tapi apakah kakak akan terus larut dalam kesedihan? Kebahagiaan itu tidak cukup hanya dengan mendapatkan orang yang kita cintai,tapi bisa juga dengan cara lain!” ujar Sengkuni suatu hari.

            “Apa maksudmu, Suman?” ujar Gandari tak mengerti.

            “Maksudku kakak masih bisa mendapatkan kebahagiaan dengan menjadi seorang perempuan paling terhormat di kerajaan. Kakak bisa mendapatkan kebahagiaan jika anak keturunan kakak menjadi raja besar di Hastinapura!”

            “Begitukah?”

            “Iya, Kak! Memang apa lagi yang dicari manusia di dunia selain kejayaan, ketenaran,dan kedudukan tinggi? Hanya mereka yang memiliki kekuasaan di dunia ini yang hidupnya mulia! Nama mereka disanjung-sanjung!”

            Gandari tercenung mendengar ucapan saudaranya itu. Apa yang dikatakan Sengkuni benar. Buat apa dirinya sedih dan kecewa berkepanjangan. Sudah menjadi ketentuan dewata dirinya menjadi istri Dretarastra yang buta. Dia pun tak bisa merubah takdirnya. Sampai habis air matanya dan langit penuh dengan doa permohonannya tak akan bisa mengembalikan Pandu ke dalam pelukannya.

            Maka,dia lalu mengubur dalam-dalam impiannya mendapatkan Pandu. Dia memulai lembaran hidup baru dengan harapan baru pula. Benaknya lalu dipenuhi ambisi-ambisi menggunung. Dalam hati Gandari tertancap sebuah keinginan menjadi perempuan nomer satu dan paling dihormati di Hastinapura. Dia juga mengharapkananak-anaknya menjadi pewaris tahta Hastinapura.

            Apayang diharapkan Gandari berbuah kenyataan. Tak berapa lama kemudian Pandu gugur dan singgasana kerajaan dititipkan kepada Dretarastra, karena anak-anak Pandu belum dewasa. Meski hanya sebagai raja careteker, tapi Gandari sudah cukup puas. Dia pun berusaha agar anak-anak yang lahir dari rahimnya menjadi pewaris Hastinapura.

            Meski ia tahu, kerajaan Hastinapura adalah hak Pandawa, tapi Gandari tetap berusaha agar Kurawalah yang kelak menjadi rajanya. Dengan bantuan Sengkuni, Gandari berusaha melenyapkan dinasti Pandawa. Dengan berbagai cara, termasuk menggunakan cara licik dan kotor, mereka berusaha menyingkirkan Pandawa. Namun semua usaha itu tak membuahkan hasil.

            Pandawa disayangi dan dilindungi oleh para dewata. Ketika perebutan tahta Astina ditentukan melalui saga Bharatayudha, Gandari tak bisa berbuat banyak. Diatahu, perang Bharatayudha adalah skenario yang dibuat dewata untuk menjatuhk ananak-anaknya. Mereka tidak suka Kurawa menduduki tahta Astina. Mereka lalu membuat kesepakatan mengadakan perang tanding besar-besaran.

            Gandari tahu, meski anak-anaknya berjumlah seratus orang dan Pandawa hanya lima orang, namun kesaktian mereka tidak sebanding. Pandawa begitu kuat dan perkasa. Mereka memiliki banyak kesatria pilih tanding. Semua sudah tahu bahwa Bharatayudha akan dimenangkan Pandawa. Bharatayudha adalah upaya melenyapkan Kurawa, meski berdalih menjunjung kehormatan dan harga diri!

            Apa yang dikhawatirkan Gandari terbukti. Satu persatu anaknya mati dalam perang besar itu. Bahkan Bisma, Karna, Dorna, dan Sengkuni ikut gugur. Jika para kesatria hebat seperti mereka saja tak mampu mengalahkan Pandawa, bagaimana dengan anak-anaknya? Kecemasan dan ketakutan membayangi hati Gandari. Puncaknya saat dia mendapati diantara seratus orang anaknya tinggal Duryadana yang masih hidup. Gandari tak mau putra kesayangannya itu mati.

            Maka,Gandari lalu melakukan semedi. Dia memohon kepada Sang Hyang agar putranya diberikan kekuatan tiada banding. Sang Hyang berkenan mengabulkan doanya. Sebab, meski Gandari tidak sepenuh hati mencintai Dretarastra, tapi kesetiaan dan pengabdiannya yang luar biasa pada suami dengan menjadikan dirinya buta seperti suaminya tak bisa diukur nilainya.

            Usai semedi Gandari lalu mengutus ajudan untuk memanggil putranya agar datang ke perkemahan. Gandari juga berpesan agar Duryudana datang sendirian. Bila nanti masuk ke dalam perkemahan Duryudana diharuskan melepas seluruh pakaian dan semua atribut pada tubuhnya. Karena dengan bertelanjang itulah Duryudana akanbisa menyerap energi kesaktian yang diberikan ibunya.

            Ketika sang utusan telah sampai di hadapan Duryudana dan menyampaikan pesan Gandari, sejenak raja Hastinapura itu termangu-mangu. Dia tak mengerti, kenapa ibunya meminta dirinya datang dalam keadaan telanjang. Tapi karena rasa hormat dan cintanya yang besar pada sang Ibu, Duryudana pun tak membantah. Dia segera menuju ke perkemahan yang ditempati ibunya.

            Sebelum memasuki perkemahan Duryudana memastikan lebih dulu bahwa keadaan di sekitar sepi. Bagaimana pun ada rasa malu pada dirinya bila sampai ada yang memergokinya telanjang. Setelah yakin tak ada yang melihat Duryudana kemudian melepas seluruh pakaiannya. Dia masuk ke dalam perkemahan. Tanpa diduga dia berpapasan dengan Kresna yang baru saja keluar dari kemah ibunya.

            Melihat keadaan Duryudana yang telanjang serta merta jelmaan Wishnu itu melontarkan cemoohan.
            “Begitu rendahkah harga dirimu, Wahai penguasa Astina? Sampai engkau rela bertelanjang untuk menghadap ibundamu?”

            Dengan wajah merah padam Duryudana berusaha menutup bagian bawah tubuhnya. Dia menyambar apa saja di sekitarnya yang bisa dijadikan penutup. Kebetulan ada selembar kain kecil. Tapi kain yang disambarnya itu hanya mampu menutup padabagian pahanya. Untunglah hanya Kresna sendirian yang memergokinya.

            Setelah Kresna pergi tak berapa lama muncul Gandari. Duryudana segera menghaturkan sembah hormat kepada sang Ibu.

            “Ibunda, ini aku sudah datang,” kata Duryudana.

            “Duryudana!” seru Gandari dengan hati senang.

            Perempuan itu lalu membuka kain yang sudah puluhan tahun menutupi kedua matanya. Ajaib, dari kedua bola mata itu memancar cahaya putih menyilaukan. Cahaya itu menyapu seluruh ruangan. Mungkin inilah kekuatan yang telah dianugerahkan dewata kepada Gandari. Siapa saja yang terkena cahaya putih itu akan mendapatkan kesaktian luar biasa.

            Rupanya itulah maksud Gandari mengundang putranya datang dalam keadaan telanjang. Dia akan menyalurkan energi kesaktian melalui kedua matanya. Cahaya yang memancar dari matanya akan diserap oleh tubuh telanjang Duryadana, sehingga kulit tubuh Duryudana akan menjadi kebal. Tidak tedas pada benda tajam dan senjata sakti mana pun di muka bumi ini. Dengan kekebalan yang dimilikinya Duryudana tidaka kan mati dan bisa mengalahkan Pandawa!

            Tapi apa, lacur? Gandari kaget saat melihat ada sehelai kain menutupi paha Duryudana.

            “Kenapa kamu tutupi pahamu, Duryudana? Aku sudah menyalurkan ilmu kekebalan ke dalam tubuhmu. Tapi kain yang menutup pahamu itu akan membuat pahamu tidak kebal!” ujar Gandari mengeluh.

            “Kenapa ibunda tidak bilang kalau saya akan diberikan ilmu kebal? Kalau saya tahu, tujuan ibu meminta saya telanjang untuk hal itu tentu saya tidak akan menutupinya.Tapi sudahlah, semua sudah terlanjur. Toh, tidak ada yang tahu dengan hal ini,” tukas Duryudana kalem saja.

            Tanpa disadari oleh mereka berdua, Kresna yang masih berada tak jauh dari perkemahan mendengar percakapan itu.

            Setelah mendapatkan ilmu kesaktian baru, Duryudana lalu kembali ke medan laga Kurusetra. Dengan penuh keyakinan dia menantang Pandawa untuk berhadapan dengannya, bahkan kalau perlu semuanya.Dia begitu yakin dengan senjata gada dan tubuh kebal sudah cukup untukmengalahkan Pandawa. Mereka tak akan sanggup menembus kulitnya. Kesombongan Duryudana itu sempat memancing emosi Pandawa. Tapi Yudhistira menenangkan saudara-saudaranya.

            Dia menjawab tantangan Duryudana itu dengan memberinya kebebasan memilih lawan tanding diantara Pandawa bersaudara. Kesempatan ini tak disiakan Duryudana. Dialangsung menyebut Bima. Karena dia dendam dan benci sekali pada Bima. Menurutnya, jika Bima berhasil dikalahkan maka akan lemahlah kekuatan Pandawa.

            Begitulah. Perang tanding antara Duryudana dan Bima berlangsung amat seru. Disaksikan oleh para punggawa dan prajurit dari kedua pihak. Bima yang terkenal dengan senjata gadanya berusaha menghancurkan Duryudana, tapi tubuh Duryudana seakan begitu keras, tak mampu dilukai sedikit pun. Bima sampai kewalahan sendiri. Rasa putus asa menderanya.

            Di saat rasa frustrasi melemahkan hati Bima, tiba-tiba Kresna membisikkan pesan agar ia memukul paha Duryudana. Karena disitulah letak kelemahannya. Melihat Kresna berusaha membantu saudaranya, Baladewa yang berada di pihak Kurawa sangat marah. Dia memprotes Kresna yang bertindak curang. Namun Kresna membela diri. Dia mengaku tidak curang. Dia berdalih mengingatkan Bima atas pelecehan yang dilakukan Duryudana kepada Drupadi.

            Pada peristiwa Pandawa Dadu, Dewi Drupadi menjadi barang taruhan sempat dilucuti pakaiannya. Tubuhnya ditumpangkan pada paha Duryudana dan diperlakukan tidaksenonoh. Kejadian itu sangat membekas di benak Pandawa, terutama Bima. Diabahkan bersumpah akan menghancurkan paha Duryudana. Jadi tanpa perlu dibisiki Kresna, dia memang sedang mengincar paha Duryudana.

            Pada suatu kesempatan Bima berhasil memukulkan gadanya pada paha Duryudana. Laki-laki gagah perkasa itu menjerit kesakitan. Lolong kesakitan Duryudana membahana ke angkasa. Gandari yang sedang bersemedi di dalam perkemahan pun tersentak kaget mendengar jeritan putranya. Jerit kesakitan itu mencabik-cabik batinnya. Gandari ikut merasakan sakit luar biasa. Dan ketika suara jeritan itu lenyap dari udara, pada saat itu Gandari paham bahwa pelita dalam hidupnya telah padam!

{ 1 komentar... read them below or add one }

Unknown mengatakan...

Kursus gratis di IPB Kursus IPB

Posting Komentar